Abu Ubaidah
Ilustrasi Sahabat Nabi, Abu Ubaidah bi Al Jarrah (CNN)

Satu Abu Ubaidah di Tengah Dunia yang Berubah

☕ Ngopi di Serambi Tarbiyah – Episode 9

Suasana halaqah malam itu terasa lebih hening dari biasanya. Duduk melingkar di serambi masjid yang terbuka ke arah halaman sebelah timur, Angin malam berhembus lebih dingin dari biasanya, infonya saat ini ada fenomena aphelion dimana bumi berada di titik terjauh dari matahari, sehingga atmosfer lebih dingin.

Ustadz Taufik duduk paling ujung, tangannya menggenggam sebuah buku. Ia buka halaman pertiga awal, dan menatap peserta halaqah satu per satu.

Akhii fillah… Pernahkah antum merenungi, betapa beratnya menjaga orientasi hidup di zaman ini?”

Abu Ubaidah
Ilustrasi Sahabat Nabi, Abu Ubaidah bi Al Jarrah (CNN)

Ia diam sejenak. Lalu mulai menyampaikan kisah Khalifah Umar bin Khattab bersama para sahabatnya.

“Sampaikan kepadaku, cita-cita tertinggi kalian,” kata Umar kepada para sahabat. Seorang sahabat menjawab, “Seandainya rumah ini penuh dengan emas, akan aku infakkan seluruhnya di jalan Allah.”

“Adakah yang lebih tinggi dari itu?” tanya Umar lagi. Yang lain menjawab, “Seandainya rumah ini dipenuhi dengan intan, permata dan perak, semua akan aku serahkan untuk dakwah.”

Para sahabat terdiam. Umar menghela napas dalam. Lalu berkata,
“Cita-cita terbaik adalah, seandainya ruangan ini Allah penuhi dengan orang seperti Abu Ubaidah bin Jarrah.”

Sejenak, suasana halaqah terdiam.

Baca juga : Renungan di Bawah Kristal dan Waktu Sebelum Subuh

Pak Rifa’i menimpali dengan lembut, “Sungguh luar biasa ya akhii… Obsesi Umar bukan pada emas dan permata. Tapi pada kader tangguh. Seorang pemimpin tidak akan bisa mengubah dunia dengan uang, tapi dengan manusia.”

Ilham mengangguk pelan. Ia membuka catatan kecilnya. Mas Yusron menyandarkan tubuh ke tiang teras masjid. Pak Wawan menatap langit sebelah timur yang berkerlip bintang-bintang sambil menarik napas dalam.

Ustadz Taufik melanjutkan dengan suara yang makin pelan.
“Dunia telah mengubah kami semua, kecuali engkau wahai Abu Ubaidah…”
Itulah kata-kata Umar yang dikenang hingga hari ini.

“Abu Ubaidah bukan hanya seorang yang amanah. Tapi juga tidak terjebak pada kekuasaan, jabatan, dan harta. Bahkan ketika menjadi gubernur, tidak ada yang bisa ditemukan di rumahnya kecuali remukan roti. Tidak ada kasur empuk. Tidak ada perabot mewah. Ia tetap hidup seperti rakyat jelata. Ia tetap menjadi mujahid.”

Pak Rifa’i menutup buku catatan yang dibawanya dan berkata,
“Itulah sebabnya kita butuh daurah murabbi. Untuk menguatkan kembali orientasi kita. Dunia tidak butuh pemimpin yang hebat, tapi pembina yang kuat. Dunia tidak butuh harta kita, tapi komitmen kita terhadap perubahan.”

Ustadz Taufik menutup sesi dengan membetulkan kopiyahnya, lalu berkata,
“Semoga halaqah-halaqah ini melahirkan Abu Ubaidah – Abu Ubaidah di setiap generasi. Jangan sampai dunia mencuri hati kita tanpa kita sadari. Karena dunia tidak datang hanya sekali, tapi menyusup diam-diam…”

Malam itu ditutup dengan doa robithoh untuk peneguhan komitmen, doa diresapi tidak ada yang keras. Tapi hati terasa penuh. Dan malam makin sunyi, membawa pulang nasihat itu ke dalam jiwa masing-masing.

📜 Catatan Serambi:
Kekuatan perubahan tidak terletak pada banyaknya harta yang kita miliki, tapi pada kualitas manusia yang siap menjadi Abu Ubaidah di zamannya. Dunia akan selalu berubah. Tapi semoga kita tidak larut berubah bersama dunia. Kita tetap menjadi pembina, tetap menjadi pengawal ruh dakwah di tengah zaman yang menggoda.

Tinggalkan Balasan