Artikel

Muharram, Momentum Perbaikan Diri.

Bagikan Ke :

Hanya hitungan hari kita akan memasuki tahun baru hijriah. Bukan dalam kondisi gegap gempita, namun dalam kondisi penuh empati dan simpati sebab pandemi masih belum berakhir. Dengan momentum tahun baru ini, kita sebagai umat muslim senantiasa merenungi hakikat waktu dan makna perjalanan dunia yang kita jalani. Sebagai hamba yang taat, selayaknya kita berharap dan bermuhasabah agar senantiasa mendapatkan keberkahan dalam melangkah menuju perbaikan diri.

“Demi masa. Sesungguhnya manusia benar-benar dalam kerugian, kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal shalih dan nasehat-menasehati dalam kebenaran dan nasehat-menasehati dalam kesabaran.” (Al ‘Ashr : 1-3)

Waktu berjalan secara linier. Waktu yang sudah bergerak tidak bisa ditahan, dimajukan, atau diputar kembali. Setiap ruang waktu memiliki jejak perjalanan manusia yang akan diputar kembali  kelak di hadapan Sang Pencipta Waktu, Allah SWT. Maka, beruntunglah orang yang memperoleh kemenangan saat itu. Yaitu orang yang menggunakan waktunya dengan melakukan amal ibadah sebanyak dan sebaik mungkin. Sementara bagi yang lalai, waktu dilewatkan dengan menyia-nyiakan potensi dan momen yang dimiliki.

 

Tahun Baru Islam

Penetapan permulaan tahun baru Islam ditetapkan pada masa Khalifah Umar bin Khaththab, setelah bermusyawarah dengan para sahabat Rasulullah yang lainnya. Tahun baru Islam dimulai tanggal 1 Muharram. Penetapan ini berlandaskan momen sangat penting dan bersejarah, yaitu hijrahnya Rasulullah dan para sahabat dari Mekkah ke Madinah. Sejak peristiwa hijrah inilah Islam mengalami perkembangan pesat dan penyebarannya meluas ke luar jazirah Arab. Pada kalender Hijriyah yang berpatokan pada perhitungan peredaran bulan, terkandung hitungan penentuan peribadahan kaum muslim seperti penentuan 1 Muharram, bulan Ramadhan, perayaan Idul Fitri, pelaksanaan ibadah haji dan qurban, penentuan waktu puasa sunnah, dan lain sebagainya.

 

Hakikat Waktu

Allah SWT berfirman “Wahai orang-orang yang beriman, bertaqwalah kalian kepada Allah dan hendaklah setiap diri memperhatiakn apa yang telah disiapkan untuk hari esok (akhirat) dan bertaqwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa-apa yang kalian kerjakan.” (Q.S. Al Hajr : 18).

Khalifah Umar bin Khaththab memberi nasehat “Hitunglah diri kalian sebelum kalian dihitung. Timbanglah amal-amal kalian sebelum ditimbang. Bersiaplah untuk menghadapi hari yang amat dahsyat. Pada hari itu segala sesuatu yang ada pada diri kalian menjadi jelas, tidak ada yang tersembunyi.”

Rasulullah s.a.w bersabda, “Tidaklah melangkah kaki seorang anak Adam di hari kiamat sebelum ditanyakan kepadanya empat perkara : tentang umurnya untuk apa dihabiskan, tentang masa mudanya untuk apa digunakan, tentang hartanya dari mana diperoleh dan ke mana dihabiskan, dan tentang ilmunya untuk apa dimanfaatkan.” (H.R. Tirmidzi)

Lebih lanjut Rasulullah juga bersabda, “Sebaik-baik manusia ialah yang panjang umurnya, dan baik amal perbuatannya, sedangkan seburuk-buruk manusia adalah yang panjang umurnya tetapi buruk amal perbuatannya.” (H.R. Tirmidzi)

Imam Hasan Al Basri mengatakan, “Wahai anak Adam, sesungguhnya Anda bagian dari hari, apabila satu hari berlalu, maka berlalu pulalah sebagian hidupmu”.

 

Hikmah Tahun Baru Islam

Beberapa hikmah yang dapat kita ambil dari peristiwa pergantian tahun :

  1. Senantiasa mengingat waktu

Peringatan tahun baru pada hakikatnya adalah mengingatkan  manusia tentang pentingnya waktu. Imam syahid Hasan Al Banna berkata, “Siapa yang mengetahui arti waktu berarti mengetahui arti kehidupan. Sebab waktu adalah kehidupan itu sendiri.” Dengan begitu, orang yang menyia-nyiakan waktu dan umurnya adalah orang yang tidak memahami arti hidup. Dr. Yusuf Qardhawi dalam kitabnya ‘Al Waqtu fi Hayati Muslim’ menjelaskan tentang tiga ciri waktu yaitu : 1) Waktu itu cepat berlalu; 2) Waktu yang berlalu tidak akan mungkin kembali lagi; 3) Waktu adalah harta yang paling mahal bagi orang yang beriman.

  1. Memahami pentingnya peningkatan diri

Orang yang cerdas senantiasa mengingat dan memperhatikan apakah yang sudah dikerjakan hari ini merupakan perbaikan dari hari kemarin atau tidak. Dengan demikian seorang muslim yang baik pasti akan terus bersuaha meningkatkan diri dan memacu nilai tambah dalam hidupnya. Seorang muslim tidak akan melewatkan waktu dengan hal-hal yang sia-sia.

  1. Merefleksi makna hijrah dalam kehidupan sehari-hari

Hijrah berarti berpindah atau meninggalkan. Hijrah memiliki dua bentuk, yaitu hijrah makaniyah dan hijrah ma’nawiyah. Hijrah makaniyah adalah berpindah secara fisik, dari satu tempat ke tempat yang lain. Adapun hijrah secara ma’nawiyah ditegaskan dalam firman Allah SWT “Dan berkatalah Ibrahim, ‘Sesungguhnya aku senantiasa berhijrah kepada Tuhanku, sesungguhnya Dia lah Yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.” (Q.S Al Ankabut : 26).  Dalam firman Allah SWT berikutnya, “Dan perbuatan dosa, tinggalkanlah.” (Q.S. Al Muddatstsir : 5).

 

Di antara bentuk-bentuk hijrah ma’nawiyah adalah meninggalkan kebiasaan mengabaikan karunia Allah dan selalu menjadi hamba yang pandai besyukur. Berpindah dari kehidupan jauh dari tuntunan agama ke arah kehidupan yang lebih relijius dan islami. Berpindah dari sifat-sifat munafik, plin plan, menjadi konsisten atau istiqomah. Berpindah dari cara-cara haram untuk mancapai tujuan ke arah cara-cara jujur dan halal.

Hijrah juga berati berkomitmen kuat memegang prinsip kebenaran dan keadilan serta meninggalkan kebatilan dan kedzaliman. Meninggalkan perbuatan, makanan, dan pakaian yang haram menjadi hidup sehat dan produktif. Meninggalkan perbuatan buruk dan dosa menuju taat dan berbuat baik semata mengharap ridho Allah SWT.

Hijrah juga berarti serius meninggalkan kedengkian, menjauhi korupsi, tidak saling menjatuhkan antar sesama, dan enggan saling menghujat satu dengan yang lain. Hijrah juga memiliki makna meninggalkan kesia-siaan, mengubah kebiasaan hidup yang kerap menjadi beban, dan tidak mau hidup dalam kebohongan.

Rasulullah s.a.w bersabda, Barangsiapa yang berhijrah untuk Allah dan Rasul-Nya, maka hijrahnya untuk Allah dan Rasul-Nya. Barangsiapa yang behijrah untuk dunia (untuk memperoleh keuntungan duniawi) dan untuk menikahi wanita maka hijrah itu untuk apa yang diniatkannya,” (H.R. Bukhari).

 

-SA

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *