Lintasan Dhuha
11 Ramadhan 1443H
Hari Sabtu lalu, 7 Ramadhan 1443 H, salah satu santri terbaik kami di Assalaam Boarding School Pekalongan, Fajrul Munir Utomo, berpulang keharibaan Allah SWT, Pemilik sejatinya.
Selamat jalan, Nak… insya Allah engkau syahid, meninggal dalam keadaan menuntut ilmu. Semoga saat itu adalah saat-saat terbaikmu, Nak….dimana saat kematian menjemput, engkau dalam keimanan dan pemahaman terbaik.
Engkau adalah santri yang istimewa bagi kami. Bisa jadi kami terlambat mengetahui keistimewaanmu. Maafkan kami, Nak.
Namun, kebaikan dan keistimewaanmu tidak akan pergi. Dia akan tetap menjadi nilai yang melekat dan dikenang. Saat engkau meninggalkan kami, engkau telah mengajari kami kedewasaan, mengajari untuk selalu memberikan yang terbaik bagi lingkungan dan selalu menerima dengan keridloan a`fal Allah kepada kita dalam keadaan rela ataupun terpaksa.
Sesaat setelah engkau “pulang”, harummu kami rasakan. Meskipun engkau pendiam kepada sesama santri, namun engkau selalu ceria dan punya banyak cerita kepada Asatidzmu.
Asatidz yang bertugas di kebersihan pun tidak luput engkau ajak cerita dengan nuansa kedekatan dan tidak membedakan dengan asatidz yang mengajarimu di kelas. Asatidz kebersihan pun mendapat kesan mendalam kepadamu, sehingga mereka tidak rela melewatkan “memberikan penghormatan terakhir kepadamu” di makbarohmu, meski dengan motor yang “kendor” rantainya.
Ibu-ibu dapur pondokpun akrab denganmu, karena ringannya engkau membantu, mengangkatkan bakul nasi atau sayur untuk sajian makan teman-temanmu. Terakhir saat engkau engkau di rumah sakit, Ibu dapur memanggilmu “Mas Fajrul, bantu emak angkat bakul nasi ini”. Kalau tidak akrab tidak mungkin terucap kata-kata ini, Nak… (rupanya ibu dapur belum tahu saat itu engkau di Rumah sakit). Terima kasih ya, Nak.
Lain lagi yang disampaikan asatidz guru mapel. Engkau anak yang tidak pernah membantah perintah, selalu nurut, walau saat terlihat capek. Dan yang membuat terkesan engkau selalu mendahului bertanya kabar kepada asatidz, “Bagaimana kabarnya, Tadz?”
Dalam surat terakhir kepada ibunda tercintamu , itu luar biasa Nak. Kami yang dewasa perlu belajar kepadamu untuk menerima “proses hidup” dan engkau ridlo atas apa yang menimpamu, masya Allah.
Ibunda Fajrul yang kuat dan tabah, mohon izinkan saya nukil beberapa paragraf surat Ananda Fajrul ke Ibu sebagai pelajaran berharga untuk kami.
“ aku sendiri Alhamdulillah betah dipondok, meskipun kadang kadang muncul rasa nggak betah dipondok, tapi selalu aku tanggapi masalah masalah itu dengan FUN. Aku selalu ingin selalu membuat keluargaku bangga terhadap Aku. Aku tidak mau membuat ibu, Falah dan yang lainnya kecewa terhadap aku. Tapi dengan aku berada di pondok, aku juga dapat memahami kehidupan yang sesungguhnya. Aku juga dapat lebih dewasa dan mandiri ketika menghadapi masalah. Alhamdulillah bu, semua ini datangnya dari Allah. Aku sangat bersyukur disini aku bisa merasakan ukhuwah Islamiyah (persaudaraan Muslim) yang sangat kental dan manisnya kemikmatan iman dan taqwa. Dan aku bisa menikmati manisnya sholat tahjud di 1/3 malam terakhir. Aku juga bisa merasa kenikmatan berbuka puasa di masjid Bu, semua ini datangnya dari Allah.
Aku sebenarnya sangat tertekan atas kematian ayahku, itu adalah penderitaan yang sangat pedih dalam hidupku. Belum lama dari itu dua eyang eyang yang aku sayangi pergi juga untuk selama-lamanya. Semua musibah itu membuatku sangat tertekan, mentalku jatuh seperti orang terkena letusan gunung lalu disiram oleh tsunami, Namun setelah aku mondok aku tahu bahwa semua musibah ini datangnya dari Allah.
Aku merenung ketika hafalan surat Ath Thagabun yang pada ayat 11 yang artinya “Tidak ada sesuatu musibah yang menimpa (seseorang) kecuali dengan izin Allah, barang siapa beriman kepada Allah, niscayaAllah memberi petunjuk pada hatinya. Allah maha mengetahui sesuatu”
Setelah aku memahami ayat tersebut, aku memahami bahwa Allah telah menghendaki ini semua. Aku sekarang paham tentang ini, aku sangat bersyukur Allah masih memberiku umur untuk memahami ini.”
Nak… itu penggalan suratmu yang kami dapatkan dari ibumu yang rindu dan mencintaimu.
Masya Allah, Nak. Tak kuasa kami menahan air mata ini mengalir. Sedih….haru….bangga…. dan takjub kepadamu. Engkau telah menjadi dewasa melebihi usiamu
Kami sedih, karena engkau yang telah menjadi bagian memberikan warna warna indah kehidupan pondok telah pulang lebih dulu kepada Dzat yang sangat engkau cintai, Dzat yang engkau baca ayat-ayatNya tiap hari, dan sekaligus engkau hafalkan. sebelum engkau memberi yang lebih banyak kepada kami.
Kami haru, hidupmu yang tertekan tidak membuatmu berkecil hati. Bahkan kemudian engkau mampu mengajari dirimu sendiri untuk belajar dan memahami a`afal (perbuatan) Allah kepadamu. Yang belum tentu yang kami di usia lebih tua darimu memahami dan dan kemudian tunduk ikhlas menerimanya.
Kami bangga. Engkau mampu mencari jalan keluar atas ketertekananmu, sehingga engkau mendapatkan keluasan cara pandang atas peristiwa-peristiwa yang melingkupimu. Engkau tidak ingin mengecewakan keluargamu, bahkan engkau ingin membuat mereka bangga kepadamu.
Nak.. saat ini engkau telah membuat bangga mereka, dan bahkan bukan hanya mereka yang engkau buat bangga… kami keluarga besar pondokpun sangat bangga kepadamu. Kami harus belajar darimu agar kami mampu membuat bangga orang-orang sekeliling kami dan bahkan dunia juga bangga . Terimakasih, Nak.
Kami takjub. Engkau mampu merubah area “pertempuran” yang sebelumnya tidak berpihak kepadamu menjadi area kemenanganmu yang sejati. Engkau tidak ingin berkubang terus dalam ketertekanan dan kemudian engkau merujuk kepada kitab yang tidak ada keraguan yaitu Al Quran untuk menjadi jawaban atas perisitawa yang melingkupimu, Masya Allah. Tabarakallah.
Kami ucapkan selamat jalan. Selamat bertemu dengan ayahmu yang sangat kau cintai. Selamat bertemu Rabbmu yang Memilikimu, yang Mencintaimu.
Telah engkau tunaikan tugasmu di dunia ini dengan sangat baik.
Dalam kitab at-Targhib wat Tarhib dituliskan sebuah hadits Nabi Muhammad SAW yang diriwayatkan Imam Thabrani:
“Barang siapa yang kedatangan ajal dan dia sedang menuntut ilmu, maka dia akan bertemu Allah ﷻ (dengan derajat tinggi) di mana tidak ada lagi jarak antara dia dan para nabi melainkan satu derajat kenabian.”
Arif Prabowo
Ketua YP2SI Al Ummah