Ngopi di Serambi Tarbiyah – Episode 18
Malam itu, mereka tidak duduk di masjid, bukan pula di gazebo pondok. Tapi berkumpul di atas rooftop kafe anak muda pada kongkow-kongkow, kafe kecil tidak terlalu rame dan boleh dibilang sederhana, tapi cukuplah untuk ngobrol anak-anak muda yang gabut. Angin bertiup bebas karena sebelah kafe masih berupa lahan kosong.
Setelah pesen beberapa snack mereka duduk sambil mengamati beberapa kelompok anak muda yang mabar, ada juga lingkaran muda-mudi yang makin poker, yang mudi berjilbab juga.
Ilham yang usul tempat itu “Kita ganti tempat, biar ide-ide juga segar,” katanya waktu mengajak halaqah di rooftop ini.
Baca juga : Bukan Karena Waktu Lama, Tapi Karena Magnet Jiwa
“Setuju, mas” jawab Pak Rifa’i sembari menatap duduk di kursi bundar yang relatif kecil. Mas Yusron membuka pembicaraan “Coba kita lihat anak-anak muda itu, mereka mungkin seusia anak Pak Wawan, atau Pak Rifa’i, bagaimana menurut antum Ilham, sia sia tidak waktu mereka?”
“Ii.iii..ya sih, Mas” Jawab ilham agak tergagap karena berfikir pernah juga sih terbersit ingin begitu..jadi bebas. “Namun itu faktanya banyak, Mas Yusron”, lanjut ilham
Ustadz Taufik merespon “Kita tidak bisa 100% menyalahkan mereka, bisa jadi mereka belum pernah ada yang mengajak kegiatan-kegiatan baik, Mas Yusron pernah mengajak mereka?”
“Masih melanjutkan tema yang lalu dan dikaitkan dengan di sekeliling kita, di antara anak-anak muda yang gabut“, lanjut Ustadz Taufik.
Ada banyak PR mestinya kita.
“Tapi saya ingin bertanya ke antum semua — satu per satu — apa yang membuat antum tetap bertahan membina sampai hari ini? Apa reason antum?”
Semuanya terdiam. Hanya suara kelakar anak-anak muda dari meja yang agak jauh, karena kebetulan kafe agak sepi malam itu karena bukan malam Ahad mungkin.
Pak Rifa’i menjawab pertama. “Awalnya karena ajakan teman. Tapi lama-lama saya merasa… membina itu cermin untuk saya sendiri. Saya malu kalau mutarabbi lebih baik dari saya.”
Mas Yusron menimpali, “Kalau saya… karena ingin punya keluarga yang selamat dunia-akhirat. Kalau saya sendiri lemah, saya ingin setidaknya anak saya tumbuh dalam lingkungan tarbiyah.”
Baca juga : Terus Membina Agar Masuk Surga
Pak Wawan menarik napas. “Saya,” katanya pelan, “masih ingat waktu pertama kali diajak halaqah tahun 90an. Pembina saya rela naik bis umum dari Yogyakarta ke kota kecilku cuma untuk kami anak anak SMA yang culun. Saya heran, kok ada orang mau berlelah-lelah hanya untuk membina anak anak SMA di kota kecil?”
Semua menoleh ke Pak Wawan, Ustadz Taufik tersenyum.
“Itulah yang disebut dalam Gumregah Tarbiyah, akhii. Alasan yang menggerakkan. Bukan karena honor, bukan karena target. Tapi karena dorongan ruhani. Karena ingin masuk surga, tapi tidak sendirian. Karena ingin hidup bermakna.”
Beliau membuka lembaran buku. “Ada 17 alasan kenapa seseorang membina. Tapi satu yang paling mendasar, agar bisa meraih surga, bersama orang lain yang juga selamat.”
“Ini lebih dari sekadar dakwah,” lanjutnya. “Ini lebih dari sekadar jadwal pekanan. Ini adalah jalan penyelamatan jiwa, termasuk jiwa kita sendiri.”
Mas Ilham menunduk, menggenggam buku kecil catatannya.
Ustadz Taufik menatap mereka, lalu berkata:
“Jika kita tidak punya alasan kuat untuk membina, maka kita hanya bertahan karena kebiasaan. Tapi jika kita membina karena ingin masuk surga bersama, maka lelah akan terasa ringan, dan kecewa akan segera tergantikan oleh keikhlasan.”
“Nah , ikhwanii termasuk, anak anak muda di sekeliling kita ini..
Ini bisa jadi PR kita.”
Langit makin gelap, namun bertabur bintang, mereka para murobbi pun menyala. Di rooftop kafe sederhana itu, lima murobbi meneguhkan niat — untuk terus membina, bukan karena tuntutan, tapi karena cinta… dan karena ingin bersama menuju surga.
Catatan Serambi:
Kesungguhan itu seperti bahan bakar jiwa. Ia menuntun kita menembus lelah, melampaui kecewa. Jika engkau membina bukan karena alasan yang kuat, maka engkau akan berhenti di tengah jalan. Tapi jika niatmu adalah surga, dan engkau ingin ke sana bersama yang lain… maka engkau akan tetap bertahan, meski tertatih. Wahai para murobbi, mari kita teguhkan reason itu hari ini.