Ilustrasi Kisah Ashhabul Ukhdud
Photo by Freepik

Menguatkan Alasan Untuk Membina

☕ Ngopi di Serambi Tarbiyah – Episode 12

 

Udara selepas Isya masih terasa hangat. Angin malam perlahan menerpa wajahnya wajah penggiat dakwah di serambi masjid sekolah, hidangan sehat godhogan dan teh anget menemani perbincangan malam itu. Malam itu malam yang dirindukan. Halaqah menjadi sarana pematik inspirasi lanjutan bagi para pendakwah.

Ilustrasi Kisah Ashhabul Ukhdud
Photo by Freepik

Ustadz Taufik membuka mushaf kecilnya, lalu menatap kami. “Ikhwatii fillah… malam ini kita lanjutkan perjalanan kita bersama para pejuang, dari halaman-halaman sejarah yang mungkin terlupakan.”

Ilham yang duduk di dekat tiang teras ikut menatap serius. Mas Yusron menyenderkan tubuhnya pada tiang yang lain, sementara Pak Rifai sudah siap dengan buku catatan kecil.

Antum pasti hafal kisah ini atau setidaknya pernah dengar…” ujar Ustadz Taufik sambil tersenyum tipis. “Kisah Ghulam, sang pemuda dalam rangkaian kisah Ashabul Ukhdud.”

Baca juga : Kisah Ashhabul Ukhdud, Materi Kajian Ahad Pagi YP2SI Al Ummah

Ia diam sejenak.

“Yang menarik dari kisah ini bukan hanya keajaiban yang dilakukan Ghulam. Tapi konflik batin yang dia hadapi. Antum tahu… ia tumbuh di bawah dua kutub ideologis: tukang sihir milik rezim, dan rahib yang beriman kepada Allah. Dua-duanya guru. Tapi dua-duanya membawa nilai yang bertolak belakang.”

Pak Wawan mengangguk. “Satu ingin mempertahankan kuasa lewat warisan kekuatan magis… satu ingin menegakkan kebenaran lewat iman dan tauhid.”

“Benar, Pak Wawan…” lanjut Ustadz Taufik. “Dan dari kisah ini kita bisa tanya pada diri kita sendiri… apa motif tukang sihir itu mewariskan ilmunya? Tentu bukan semata cinta pada Ghulam. Tapi karena ia butuh penerus yang bisa melanjutkan kekuasaan kegelapan. Karena saat ilmunya lenyap, kekuatan rezim ikut lemah.”

Ia menoleh ke arah kami satu per satu.

“Sebaliknya, rahib mengajarkan ilmu bukan karena ingin pengaruh. Tapi karena cinta kepada Allah. Ia tahu, selama masih ada satu anak muda yang sadar akan tauhid… masih ada harapan bagi negeri itu.”

Pak Rifai menyela pelan, “Dan akhirnya, bukan Ghulam yang jadi penyihir. Tapi ia memilih jalan iman… meski berakhir syahid.”

“Na’am,” sahut Ustadz Taufik mantap. “Dzalikal fauzul kabiir…”

Semua terdiam.

“Rahib disiksa dan dibunuh. Ghulam pun akhirnya syahid. Dan rakyat yang beriman ikut dibakar dalam parit. Tapi kemenangan tetap di tangan mereka. Bukan karena hidup… tapi karena tidak menyerah pada kebatilan.”

Ilham yang sedari tadi mencatat akhirnya bicara lirih, “Berarti, orientasi hidup bukan soal menang versi dunia ya ustadz, tapi soal keberpihakan…”

Shidaqta akhii… Dan karena itu kita garisbawahi inti halaqah malam ini: *mengapa kita harus terus membina?”*

Baca juga : Jiwa-Jiwa yang Pergi, Muru’ah yang Harus Dilanjutkan

Ustadz Taufik membuka lembaran kecil di bukunya. “Banyak orang bisa membuat jadwal pembinaan. Banyak yang bisa bikin kegiatan, mabit, qiyam, atau training. Tapi kalau tidak ada willingness, semua itu kosong. Tidak akan menumbuhkan apapun.”

Mas Yusron mengangguk pelan.

“Para murobbi bukan hanya dituntut punya skill. Tapi juga harus punya alasan yang kuat mengapa harus terus membina. Bukan karena target, bukan karena titipan lembaga, tapi karena iman. Karena kalau kita menyerah, akan ada ‘tukang sihir’ yang siap mendidik anak-anak kita.”

Pak Wawan melanjutkan, “Kalau para pendidik kebaikan berhenti… maka ruang itu akan diisi pendidik kebatilan.”

Haadzaa huwa…” bisik Pak Rifai.

Ustadz Taufik menutup halaqah dengan suara yang hangat, “Ikhwanii… dengan willingness yang kuat, seseorang bersedia melakukan tindakan tanpa pamrih. Mereka bergerak bukan karena uang, tapi karena visi. Karena keyakinan. Karena amanah.”

Lalu ia membaca ayat penutup “Dan peliharalah dirimu dari siksaan yang tidak khusus menimpa orang-orang yang zalim saja di antara kamu…”
(Q.S. Al-Anfal: 25)

Semua meresapi sambil menunduk. Diam. Tapi di hati mereka, nyala semangat mulai hidup kembali. Nyala yang mungkin kecil… tapi akan menyala terus jika dijaga dalam barisan.

📜 Catatan Serambi:
Kemenangan sejati bukanlah bertahan hidup, tapi bertahan dalam iman. Murobbi sejati bukan hanya pandai menyusun agenda, tapi juga tahu mengapa ia tak boleh berhenti. Sebab di saat kita diam, kebatilan tak pernah menunggu. Maka, kuatkan skill dan rawatlah willingness. Sebab amal ini tak ditopang oleh kehebatan, tapi oleh niat yang teguh dan alasan yang lurus

#GumregahTarbiyah

This Post Has 0 Comments

Tinggalkan Balasan